Hai bloger!
Ini cerpen yang aku buat sendiri loh...
Semoga setelah kalian baca, kalian bisa lebih menghargai arti persahabatan dan lebih menyayangi sahabat kalian :)
Aku adalah siswi baru di SMP Harapan Bangsa. Waktu terasa cukup singkat. Enam tahun di SD telah aku lalui. Kini aku bertemu dengan mereka, yaitu teman-teman baruku dari berbagai macam sekolah. Teman-teman yang tentu memiliki watak, sikap dan kepribadiaan yang berbeda-beda. Pernyesuaian diri pun aku lakukan. Aku melanjutkan pendidikanku di SMP Harapan Bangsa. Sekolah yang kata orang merupakan sekolah unggulan di daerahku. Aku duduk di kelas VII-A. Aku bisa masuk kelas ini karena jumlah nemku yang tinggi. Aku pun tidak menduga dapat masuk kelas ini. Kelas unggulan untuk kelas VII di sekolah ini.
“Naura! Naaaauraaaaa.” Teriak seorang siswa
“Oh kamu Dik. Ada apa?” Jawabku
Ya! Namaku Grecya Naura Putri. Aku biasa dipanggil Naura. Fadhelton Dikarey merupakan sahabatku dari kelas 3 SD. Sebenarnya, kami bersahabat bertiga. Sahabatku satu lagi bernama Raykadu Zikranu.
“Ternyata kamu di kelas ini. Aku udah muter-muter nyari kamu.” Kata Dika sambil mengelap keringatnya yang bercucuran.
“Emang ada apa?” Jawabku
“Ngga ada apa-apa sih. Hahahaha. Cuma mau ketemu. Dapat teman baru sahabat lama ngga dilupain kan?” kata Dika
“Ya nggak mungkin lah. Kamu kan best friend forever. Hahaha. Kelas berapa kamu Dik?”
“Aku kelas VII-G. Huft.” Dika menjawab dengan tampang yang sebel.
“Udah jangan gitu dong. Kita bertiga kan masih bisa saling bertemu. Ranu jugakan masih satu sekolah. Hanya saja kelasnya yang berbeda.” Jawabku
Bel tanda masuk pun berbunyi. Hari kedua belajar setelah selesai masa orientasi segera dimulai.
“Yaudah aku ke kelas dulu. Udah bel. Bye.” Dika pergi sambil melambaikan tangan.
“Bye.” Jawabku sambil membalas lambaian tangan Dika.
Jam pertama adalah pelajaran bahasa Inggris. Guru yang mengajar merupakan wali kelas ku. Katanya hari ini akan dibentuk kepengurusan kelas.
“Semoga aja aku menjadi pengurus kelas” Kataku dalam hati.
Pemilihan pengurus kelas pun selesai. Ternyata, aku menjadi sekretaris. Raka Dwitama menjadi ketua kelas. Dari calon-calon ketua kelas, aku memilih Raka karena kelihatannya dia orang yang tegas dan bertanggung jawab. Aku belum mengenali dia, karena aku baru bertemu dengannya. Meliana Pupita menjadi wakilnya. Hasil itu diambil dengan pengambilan suara, sehingga hasilnya sah.
Aku mulai mendapatkan teman baru. Entahlah, kenapa aku lebih senang ngobrol dengan teman laki-laki. Mungkin karena aku tipe orang yang menilai laki-laki sebagai orang yang asik diajak ngobrol dari pada perempuan. Laki-laki bukan termasuk orang yang ribet. Kalau ngobrol dengan perempuan pasti akhirnya malah mereka yang cerita-cerita. Sahabat-sahabatku saja laki-laki. Dika dan Ranu dia laki-laki. Menurutku, laki-laki itu punya tipe mendengarkan tetapi mereka bukan tipe orang yang mudah memberi saran. Kalau ditanya saran pasti jawabannya aneh. Kalau perempuan itu termasuk tipe bukan pendengar yang baik. Kenapa aku bilang seperti ini. Karena setiap aku cerita ke teman perempuanku, pada akhirnya dia yang cerita. Tapi perempuan punya tipe pemberi saran yang baik. Jadi imbang antara laki-laki dan perempuan. Tapi aku lebih senang didengar karena kadang aku tidak meminta sahabatku memberikan solusi atau saran dari ceritaku, tapi aku hanya butuh dia mendengarkan ceritaku.
Semua kegiatan di sekolah maupun hari-hariku dirumah kulalui dengan gembira. Kini masuk semester kedua. Aku mulai dekat dengan teman-teman baruku. Di antara teman-teman di kelasku, aku dekat dengan sosok laki-laki. Dia bernama Lenditya Afrarega. Dia termasuk laki-laki yang asik diajak ngobrol. Sampai ketika aku sedang membuka facebook ada pesan darinya.
“Hai.” Sapa Afra
“Halo.” Jawabku
“Tumben on.” Sambil mengirim emoticon senyum
“Iya nih.”
“Lagi apa?” Tanya Afra
“Lagi mengerjakan tugas aja. Sendirinya?” Jawabku
“Sama nih. Aku ganggu ngga?”
“ Ngga kok. Ada apa?”
“Kita udah 6 bulan berteman. Aku merasa kamu teman yang asik. Kamu juga pintar. Aku ingin hubungan kita tidak sebatas teman saja. Kamu mau jadi sahabatku?” Tanya Afra
“Boleh. Kenapa ngga?”
Saking seringnya aku ngobrol dengan Afra. Sampai sahabatku pernah bilang kalau aku sekarang lebih dekat dengannya dari pada sahabat-sahabat lamaku. Sebenarnya tidak. Aku terlihat lebih dekat dengan Afra mungkin karena aku sekelas. Tempat duduk aku dengannya pun tak jauh.
Kini aku dan Afra bersahabat. Hari-hari semakin indah dengan sahabat baru tetapi aku tidak lupa dengan Dika dan Ranu. Setiap Sabtu, setelah usai mengikuti ekstrakulikuller, aku masih sering ngobrol dan jalan-jalan bareng bersama mereka. Walaupun kalau hari sekolah aku jarang banget bisa ngobrol sama mereka. Mungkin karena aku dengan mereka berbeda kelas, sehingga jarang ketemu. Kalau pun ketemu hanya ngobrol sebentar sehabis pulang sekolah.
Sejak aku bersahabat dengan Afra, banyak hal yang diceritakan olehnya. Dari kegiatan belajar di kelas, teman-temannya, sampai pacarnya. Ya! Afra sudah punya pacar. Namanya Frincya Naomi. Pacarnya pun juga bersekolah di sekolah ini. Namun berbeda kelas denganku dan Afra. Dia kelas VII-D. Mereka sudah pacaran sejak kelas 6 SD. Tapi kata Afra, hubungannya dengan Cya berubah sejak di SMP ini. Mereka jadi jarang ngobrol dan ketemu, seperti halnya aku dengan sahabat-sahabatku.
Hari demi hari terus aku lalui dengan cukup gembira. Setiap Afra cerita pasti dia cerita tentang perempuan. Entah itu pacarnya atau perempuan yang lagi dekat dengannya. Dia lagi dekat dengan Dhinda Aswakhna. Dhinda memang sekelas denganku dan Afra. Aku juga cukup dekat dengannya. Karena itu juga, Afra sering bertanya-tanya tentang Dhinda. Karena itu juga, Cya pacar Afra sering cemburu dengan kedekatan Afra dengan Dhinda.
Hingga suatu hari, Cya sudah kesal dengan keakraban Afra dan Dhinda yang semakin dekat. Akhirnya Cya dan Afra putus. Afra cerita semua tentang itu kepadaku. Kadang aku bingung. Afra segitu percayanya denganku. Sampai kejadian ini pun dia ceritakan kepadaku. Setelah putus, Afra semakin dekat dengan Dhinda. Sampai suatu saat dia minta pendapatku bagaimana kalau dia pacaran dengan Dhinda.
“Naura, gimana kalau aku tembak Dhinda? Aku sudah cukup banyak tau tentang dia.” Tanya Afra
“Masalah itu semua keputusan ada di kamu, Ra. Kalau kamu yakin dengan dia. Jalani aja. Tapi pacarannya jangan sampai kelewat batas.” Jawabku
“Oke deh. Rencananya aku mau tembak dia besok sepulang sekolah. Gimana?”
“Yaudah terserah kamu aja.”
Setelah Afra berpacaran dengan Dhinda, suatu hari aku mendapat surat yang ternyata dari Afra.
“Kamu benar-benar sahabat terbaikku. Aku ingin selalu menjadi sahabatmu. Aku ingin selalu membuatmu bahagia. Kamu membuatku berubah menjadi lebih baik. Aku berdo’a semoga kita jadi sahabat selamanya.”
Aamiin.” Kataku dalam hati setelah selesai membaca surat itu.
Setelah aku mendapat surat dari Afra. Hubungan persahabatan ku dengannya semakin berubah. Aku dengannya tidak seperti dulu lagi. Aku sudah jarang ngobrol dengannya. Sampai aku pernah berfikir, apa itu hanya surat janji belaka. Tapi entahlah.
Hingga tidak terasa, satu tahun telah aku lalui di kelas VII. Sekarang aku kelas VIII. Tanpa aku duga, ternyata aku masuk kelas VIII-E, yang kata orang juga, kelas ini kelas unggulan untuk kelas VIII.
Di kelas VIII ini aku bertemu banyak teman baru. Di kelas VIII ini juga hubunganku dengan Afra semakin jauh. Mungkin karena Afra sudah mendapatkan sahabat baru. Di kelas VIII ini, Afra dekat sekali dengan teman-teman perempuan baru. Bukan karena aku cemburu, tetapi aku ingin hubunganku dengannya tetap seperti dulu.
Hingga suatu hari Afra sedang on di facebook. Aku menyapanya.
“Hai.” Sapaku.
“Halo.” Jawab Afra
“Sekarang kamu sombong nih.”
“Ha? Sombong gimana? Kayaknya biasa aja deh.”
“Udah punya sahabat baru, sahabat lama dilupain.” Aku jawab dengan emoticon melet
“Iya deh maaf….maaf.” Jawab Afra dengan emoticon nyengir.
“Mainin gitar dong. Lagi bĂȘte banget nih dirumah.” pintaku
Afra emang sering mengirimkan lagu yang gitarnya dia mainkan sendiri. Biasanya dia kirimin kalau aku lagi badmood. Tapi kali ini aku yang minta.
“Lagi ngga bisa. Soalnya yang bagus ada di laptop kakak aku.” Jawab Afra
“Yah jelek ah jelek.” Aku jawab dengan emoticon nyengir. Tapi aku bermaksud hanya bercanda.
“Serius lagi ngga bisa.”
“Jelek ah.” Lagi-lagi aku menjawab dengan maksud hanya bercanda.
“Yaudah kalau emang gitu cari aja orang yang bisa mainin lagu. Kamu boleh jelek-jelekin aku dalam segala bidang. Tapi jangan pernah menghina aku dalam bermain gitar.”
“Iya iya maaf, Ra. Aku ngga bermaksud seperti itu. Aku hanya bercanda aja.” Jawabku dengan merasa bersalah karena telah memancing emosi Afra.
Tanpa ada jawaban lagi dari Afra.
Malam ini pikiran ku terbayang obrolan singkat tadi. Aku takut Afra beneran marah dengan ku. Aku takut hubunganku dengannya semakin buruk. Aku lalui malam ini dengan pikiran yang entah kemana dengan ditemani iringan lagu dari radio.
Pagi-pagi ini aku lalui dangan semangat yang hanya 30%. Aku masih kepikiran dengan obrolan semalam. “Semoga nanti di sekolah Afra tidak benar-benar marah dengan ku.” Kata ini yang selalu aku ucapkan dalam hati saat di perjalanan hendak ke sekolah.
Sampai di sekolah ternyata Afra belum sampai. Saat aku hendak keluar kelas, aku berpapasan dengan Afra. Ternyata benar apa yang aku khawatirkan. Afra benar-benar marah denganku. Jujur rasanya aku ingin teriak saat itu. Karena Afra tidak bisa bedain yang bercanda dan serius. Walaupun aku juga bersalah. Mungkin saat itu mood Afra sedang buruk, jadi dia terpancing emosi dengan candaan ku. Jujur rasanya ingin aku ulang waktu. Ingin aku ubah candaan saat itu, tapi itu tidak mungkin terjadi. Aku berfikir positif aja. Mungkin Afra masih emosi dengan obrolan semalam. Semoga hubunganku dengannya membaik.
Hari demi hari aku lalui. Semenjak aku marahan dengan Afra, aku jadi dekat lagi dengan sahabat-sahabat lamaku. Ternyata ada hikmah yang baik dari marahanku dengan Afra. Sahabat-sahabatku, Dika dan Ranu selalu menghiburku ketika aku bete, bosan, sebal atau kesel. Aku baru sadar, ternyata merekalah sahabat sejatiku. Mereka tidak permah melupakanku. Mereka yang selalu menyemangati diriku, menemani, dan mengisi hariku.
Suatu hari aku sangat kesal dengan kabar yang beredar di kelas. Afra menjelek-jelekan ku didepan teman-temanku. Dia juga telah memutus hubungan persahabatan ku dengannya.
“Naura jangan harap hubungan kita seperti dulu lagi. Hubungan kita tidak mungkin jadi seperti dulu lagi. Sekarang aku hanya menganggapmu sebagai teman. Bahkan teman jauh. Persahabatan kita tidak bisa kita lanjutkan lagi. Aku sudah terlanjur emosi dengan kamu.”SMS dari Afra.
Aku hanya menanggapinya dengan biasa saja. Karena aku pun sudah tidak berharap hubunganku dengannya seperti dulu lagi. Aku sudah cukup senang bersahabat dengan Dika dan Ranu. Jika dia sekarang hanya menganggapku sebagai teman jauh. Aku tidak apa-apa. Asalkan dia tidak menganggapku sebagai musuh.
“Mencari sahabat sejati tidaklah mudah. Jangan sampai salah menganggap orang sebagai sahabat.” Pepatah ini ternyata benar. Asam manis persahabatan dan kehidupanku di kelas VIII telah aku lalui. Banyak kejadian yang terjadi. Aku mengambil semua kejadian itu sebagai pembelajaranku.
Tidak terasa aku sudah duduk di ujung SMP. Ya! Sekarang aku kelas IX. Aku masuk kelas IX-B. Kelas yang juga kata orang adalah kelas unggulan. Aku sangat bersyukur dapat masuk kelas ini. Tetapi lagi-lagi aku sekelas dengan Afra. Berarti selama di SMP ini aku selalu sekelas dengan Afra. Ada senang ada juga kesal. Aku tidak berfikir negatif ke depan. Aku berfikir semoga hubunganku dengannya kembali baik. Walaupun sepertinya tidak akan bisa seperti dulu lagi. Tetapi setidaknya lebih baik.
Di kelas IX ini hubunganku dengan Dika dan Ranu semakin dekat. Mungkin karena kita sama-sama masuk pagi. Jadi, untuk bertemu lebih mudah. Kelas kita pun tak jauh. Dika kelas IX-D dan Ranu kelas IX-A. Setiap istirahat aku pasti ngobrol dengan Dika dan Ranu. Mereka yang lebih sering ke kelasku. Mungkin karena mereka laki-laki, jadi mereka yang lebih sering ke kelasku. Mereka ke kelasku hanya lewat menyapa saat hendak sholat dhuha atau juga ngobrol cerita-cerita.
Ternyata, semenjak kelas IX ini Afra mulai melupakan kejadian waktu kelas VIII lalu. Hingga suatu hari aku mendapat SMS dari Afra. Aku kaget, karena sudah berbulan-bulan aku tidak ada komunikasi dengannya. sejak dia memutuskan persahabatan ku dengannya.
“Naura kamu benar-benar sahabat terbaikku. Maaf atas perilaku ku kemarin-kemarin. Aku sangat bodoh. Membiarkanmu begitu saja. Jujur aku sangat tidak suka dengan hubungan kita yang kayak kemarin. Kehidupan yang aku jalani terasa berbeda. Mungkin aku terlihat selalu tertawa dan tersenyum saat di sekolah sedang ngobrol dengan teman-teman. Tapi serasa hatiku tidak ikut tersenyum, Jujur aku ingin hubungan kita seperti dulu. Waktu itu aku lagi emosi. Jadi saat kamu mengejek aku, yang sebenarnya aku tau kamu hanya bercanda. Aku jadi emosi. Maaf Naura. Aku ingat janji ku dengan mu. Kita akan jadi sahabat selamanya. Apa kita bisa jadi sahabat lagi?”
Aku membalas SMS dari Afra
“Iya Afra. Semua juga bukan salah kamu. Aku yang mancing-mancing emosi kamu. Padahal aku tau kamu orang yang emosional. Maafin aku juga. Iya kita jadi sahabat lagi, tapi aku mohon jangan ungkap kejadian itu lagi. Kita lupain aja. Kita anggap itu tidak pernah terjadi.”
Pada akhirnya aku dan Afra bersahabat lagi. Hubunganku dengannya hari demi hari semakin membaik. Walaupun awalnya canggung. Mungkin karena sudah berbulan-bulan aku tidak ngobrol dengannya. Afra pun sudah mulai cerita-cerita lagi. Ternyata dia sekarang sudah tidak berpacaran. Dia sadar bahwa pacaran lebih banyak mendatangkan sisi negatif dari pada positifnya. Hari demi hari di kelas IX aku lalui dengan senang dan gembira. Hubungan persahabatanku dengan Dika dan Ranu juga semakin baik. Begitu juga hubungan persahabatan ku dengan Afra. Aku senang dengan kehidupanku sekarang ini. Semoga aku selalu bisa melewatkan masalahku dengan tenang.
* T A M A T *
0 komentar:
Posting Komentar